Selasa, 16 Desember 2014

puisi (pahlawan hijau)

PAHLAWAN HIJAU

Birunya Langit Menaungi Hijaunya Perkebunan Ini
Tetesan Embun Membasahi Daun-Daun
Yang Mulai Terbangun Pagi Hari
Langkah Kaki Sang Pahlawan Pangan Mulai Menuju Pematang
Untuk Mendapat Hasil Yang Melimpah
Untuk Mensejahterakan Sesamanya
Dan Memakmurkan Bngsa Dan Negaranya
Hijau Negeriku Makmur Rakyatnya




T_N

Selasa, 02 Desember 2014

Tulus_Gajah

Gajah__Tulus

Setidaknya punya tujuh puluh tahun
Tak bisa melompat pun mahir berenang
Bahagia melihat kawanan betina
Berkumpul bersama sampai ajal

Besar dan berani berperang sendiri
Yang aku hindari hanya semut kecil
Otak ini cerdas ku rakit perangkat
Wajahmu tak akan pernah ku lupa

Waktu kecil dulu mereka menertawakan
Mereka panggil ku gajah (ku marah) ku marah
Kini baru ku tahu puji di dalam olokan
Mereka ingat ku marah, jabat tanganku panggil ku gajah

Kau temanku, kau doakan aku
Punya otak cerdas, aku harus tangguh
Bila jatuh gajahlah yang membantu
Tubuhmu di situ pasti rela jadi tamengku

Kecil kita tak tahu apa-apa
Wajar bila terlalu cepat marah
Kecil kita tak tahu apa-apa
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik

Kau temanku, kau doakan aku
Punya otak cerdas, aku harus tangguh
Bila jatuh gajahlah yang membantu
Tubuhmu di situ pasti rela jadi tamengku

Kau temanku, kau doakan aku
Punya otak cerdas, aku harus tangguh
Bila jatuh gajahlah yang membantu
Tubuhmu di situ pasti rela jadi tamengku

Senin, 27 Oktober 2014

CHORD PAGI PULANG PAGI

PAGI PULANG PAGI 


A              F#m Bm            E 
aku sayang padamu, aku cinta padamu 
A                F#m  Bm             E 
semua kan ku lakukan demi kebahagiaanmu 
D                        C#m 
tak pernah ku keluhkan walau rintangan menghadang 
D                    E 
panas hujan begini makanan sehari-hari 

[chorus] 
     
D      E   A           F#m 
ku rela pergi pagi pulang pagi 
      
Bm        E        A 
hanya untuk mengais rezeki 
   
D     E   C#m   F#m 
doakan saja aku pergi 
       
Bm        E          A 
semoga pulang dompetku terisi 

A                F#m        Bm               E 
kamu tak perlu resah (sah) aku sedang berusaha 
A            F#m   Bm               E 
demi kebahagiaan kamu yang aku sayangi 
D                        C#m 
tak pernah ku keluhkan walau rintangan menghadang 
D                    E 
panas hujan begini makanan sehari-hari 

[chorus] 
     
D      E   A           F#m 
ku rela pergi pagi pulang pagi 
      
Bm        E        A 
hanya untuk mengais rezeki 
   
D     E   C#m   F#m 
doakan saja aku pergi 
       
Bm        E          A 
semoga pulang dompetku terisi 

[solo] 
F#m Bm E A  
       
F#m Bm E 

      
D        E           A          F#m 
aku rela ditinggal pergi pagi pulang pagi 
       
Bm      E        A 
karena kamu mencari rezeki 
            
D     E   C#m   F#m 
oooh kau doakan saja aku pergi 
       
Bm        E          A 
semoga pulang dompetku terisi 

     
D      E   A           F#m 
ku rela pergi pagi pulang pagi 
      
Bm        E        A 
hanya untuk mengais rezeki 
   
D     E   C#m   F#m 
doakan saja aku pergi 
       
Bm        E          A F#m 
semoga pulang dompetku terisi 
       
Bm        E          A F#m 
semoga pulang dompetku terisi 
       
Bm E 
dan semoga  
                  
A 
kau tak ngambek lagi

kerjasama lahan pertanian

KERJASAMA LAHAN PERTANIAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

KELAS I B
Oleh:
1.      ATEP                                     145009048
2.      ELVA ELVIANA JULIAN 145009044
3.      NUNI YUSNIDAR              145009043
4.      M WILDAN M                      145009077

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SILIWANGI

2014





BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
          Alam semesta ini merupakan titipan dari Allah swt. untuk dijaga dan dilestarikan oleh manusia. Dalam melestarikan alam ini terkait dengan masalah hubungan manusia dengan manusia lain, karena sudah merupakan fitrahnya bahwa manusia membutuhkan manusia lain dalam menjalani kehidupan di Dunia ini, sehingga aturan mengenai hubungan manusia dengan manusia lain pun sudah tercntum dalam Al-Quran dan AL-Hadits, maka dari itu wajib hukumnya bagi umat islam untuk mempelajari dan memahami tentang bagaimana Habluminanas menurut ajaran Islam yang sebenarnya.
                 Seiring dengan kewajiban kita sebagai umat Islam dalam mempelajari hubungan sesama manusia, maka dalam makalah ini penyusun memberikan sedikit gambaran mengenai bagaimana menjalin kerja sama dalam bidang Pertanian menurut ajaran Islam dalam bentuk sebuah makalah dengan judul “Kerjasama Lahan Pertnian”.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.        Apakah pengertian Muzar’ah ?
2.        Apakah pengertian Mukhabarah ?
3.        Apakah pengertian Musaqah?
C.      Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui:
1.        Mengetahui pengertian Muzar’ah dan beserta ketentuannya;
2.        Mengetahui pengertian Mukhabarah dan beserta ketentuannya;
3.        Mengetahui pengertian Musaqah dan beserta ketentuannya.

D.      Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun untuk memberikan manfaat sesuai dengan materi yang disampaikan, secara komplek makalah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi:
1.        Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan acuan untuk menyusun makalah berikutnya;
2.        Pembaca, sebagai media informasi dan pembelajaran mengenai peran interaksi sosial.

E.       Prosedur Makalah
Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai kliteratur yang relevan dengan tema makalah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Tinjauan Teoritis
1.        Definisi
          Muzar’ah menurut ulama fiqih salaf dimuka, adalah perjanjian kerjasama antara pemilik lahan pertanian dengan petani penggarap, yang upahnya diambil dari hasil pertanian yang sedang diusahakan
Menurut buku bank syariah dari teori ke praktik pengarang M. Syafi’i Antonio; muzar’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Muzar’ah merupakan asal dari ijarah (mengupah atau menyewa orang), dikarenakan dalam keduanya masing-masing pihak sama-sama merasakan hasil yang diperoleh dan menanggung kerugian yang terjadi.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Muzar’ah ini lebih jauh dari kezaliman dan kerugian dari pada ijarah. Karena dalam ijarah, salah satu pihak sudah pasti mendapatkan keuntungan
Bila dalam kerjasama bibit disediakan oleh pekerja , maka secara khusus kerjasama ini disebut mukhabarah demikian menurut ulama syafii perbedaan antara muzaraah dan mukhabarah.
riwayat bukhari yang menyatakan:
“bahwasanya Rasul Allah SAW mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dhasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah- Kerjasama muzaraah dan mukhabarah menrut ulama hukumnya boleh, dasarnya adalah buahan”.
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ    (متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).

B.       Pembahasan
1.    Muzar’ah
Menurut etimologi, muzar`ah adalah wazan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a” artinya menumbuhkan. Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal. Sedangkan menurut terminologi adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan lahannya berikut bibit yang diperlukan kepada pekerja tani untuk diolah, sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, sperti setengah, sepertiga, atau lebih dari itu.
a.    Rukun Muzar’ah
1)   Sighat, (ungkapan) ijab dan qabul;
2)   Al-aqidain, dua orang pihak yang melakukan transaksi;
3)   Obyek al-musaqah, yang terdiri atas pepohonan yang berbuah baik berbuahnya dalam bentuk tahunan atau juga setahun sekali, seperti padi,jagung, dll
4)   Ketentuan mengenai pembagian hasil dari musaqah tersebut;
5)   Masa kerja, hendaknya ditentukan lama waktu yang akan dipekerjakan.

b.    Berakhirnya akad muzar’ah
1)   Habisnya masa usaha pertanian dengan panen atau sebelum panen atas permintaan salah satu pihak sebelum panen atau pihak pekerja jelas-jelas tidak mampu melanjutkan pekerjaannya.
2)   Kematian pihak yang mengadakan akad menurut pendapat abu hanifah, tetapi menurut pendapat madzhab maliki dan syafii muzar’ah tidak putus dengan kematian salah satu pihak yang berakad.







c.    Hikmah Muzara’ah
1)   Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
2)   Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
3)   Tertanggulanginya kemiskinan.
4)    Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani.
5)    
2.    Mukhabarah
 Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.

Zakat muzar’ah dan mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzar’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya, sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi.
3.    Musaqah
   Menurut bahasa, Musaqah berasal dari kata “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut istilah musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian.
a.    Rukun-rukun musaqah menurut jumhur ulama ada lima :
1)   Sighat, (ungkapan) ijab dan qabul;
2)   Al-aqidain, dua orang pihak yang melakukan transaksi;
3)   Obyek al-musaqah, yang terdiri atas pepohonan yang berbuah baik berbuahnya dalam bentuk tahunan atau juga setahun sekali, seperti padi,jagung, dll
4)   Ketentuan mengenai pembagian hasil dari musaqah tersebut;
5)   Masa kerja, hendaknya ditentukan lama waktu yang akan dipekerjakan.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah yang menjadi rukun dalam musaqah itu hanyalah ijab dari pemilik tanah perkebunan dan qabul dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak petani penggarap.
b.    Syarat-syarat musaqah
1)  Ahli dalam akad
2)  Menjelaskan bagian penggarap
3) Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil panen merupakan hasil bersama.
4)  Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
5)  Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
c.    Hukum Musaqah
1)   Hadits 
a.    Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
b.    Dari Ibnu Umar: ” Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon kurma dan tanahnya kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari harta mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)[9]
c.    “Bahwa Rasulullah Saw, melakukan kerjasama perkebunan dengan penduduk Khaibar dengan ketentuan bahwa mereka mendapatkan sebagian dari hasil kebun atau pertanian itu. (H.R. Muttafaqun ‘alaih)
2)   Ijma’
Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu thalib r.a bahwa Rasulullah saw. Telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atas bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio . Semua telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorangpun yang menyanggahnya. Berarti, ini adalah suatu ijma’ sukuti (consensus) dari umat.”

d.   Habis waktu Musaqah
Menurut ulama Hanafiyah, musaqah dianggap selesai apabila:
1)      Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad
2)      Meninggalnya salah seorang yang akad
3)      Membatalkan, baik dengan ucapan jelas atau adanya uzur.
Dalam udzur disini para ulama berbeda pendapat tentang apakah akad al-musaqah itu  dapat diwarisi atau tidak.

 Dalam perbedaan ini ada beberapa pendapat ulama’ diantaranya :
a)    Ulama Malikiyah : bahwa al-musaqah adalah akad yang boleh diwarisi, jika salahsatunya meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya karena ada udzur dari pihakpetani.
b)   Ulama  Syafi’iyah  : bahwa akad al-musaqah tidak boleh dibatalkan meskipun adaudzur, dan apabila petani penggarap mempunyai halangan, maka wajib petanipenggarap itu menunjuk salah seorang untuk melanjutkan pekerjaan itu.
c)    Ulama Hanabilah : bahwa akad al-musaqah sama dengan akadal-muzara’ah, yaitu akad yangtidak mengikat bagi kedua belah pihak. Maka dari itu masing-masing pihak bolehmembatalkan akad itu.
d)   Jika pembatalan itu dilakukan setelah pohon berbuah, dan buahitu dibagi dua antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

Perbedaan AMusaqah Dengan Muzar’ah
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa ada perbedaan antara musaqah dengan muzara’ah. Perbedaan yang dimaksud antara lain adalah:
1)   Jika salah satu pihak dalam akad musaqah tidak mau melaksanakan hal-halyang telah disetujui dalam akad, maka yang bersangkutan boleh dipaksa untuk melaksanakan kesepakatan itu. Berbeda dengan akad muzar’ah, bahwa jika pemilik benih tidak mau kerjasama  dalam menuaikan benih maka ia tidakboleh dipaksa
2)   Menurut jumhur ulama, akad musaqah itu bersifat mengikat kedua belah pihak. Beda dengan muzar’ah yang sifatnya baru mengikat jika benih sudah disemaikan, apabila benih belum disemaikan, maka pemilik bolehsaja untuk membatalkan perjanjian itu. Berbeda dengan pendapat Hanabilah yang mengatakan bahwa akad musaqah dan muzara’ah itu merupakan akad yang tidak mengikat kedua belah pihak, oleh karena itu boleh saja salah satu pihak yang melakukan akad membatalkan.
3)  Menurut  Hanafiyah  penentuan waktu dalam musaqah itu bukanlah salah satu syarat, penentuan lamanya akad itu berlangsung disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat. Sedangkan dalam akad muzar’ah itu dalam penentuan waktu, ada dua pendapat. Menurut Hanafi ; pertama disyaratkannya tenggang waktu, dan kedua tidak disyaratkan
4) Apabila tenggang waktu yang disetujui dalam akad musaqah berakhir, akad dapat terus dilanjutkan tanpa ada imbalan terhadap petani penggarap. Sedangkan dalam akad muzar’ah bila tenggang waktu telah habis dan tanaman belum juga berbuah (dipanen), maka petani penggarap melanjutkan pekerjaannya dengan syarat ia berhak menerima upah dari hasil bumi yang akan dipetik.



















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Muzara’ah adalah perjanjian kerjasama antara pemilik lahan pertanian dengan petani penggarap, yang upahnya diambil dari hasil pertanian yang sedang diusahakan. Sedangkan mukhabarah adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah garapan dan penggarap untuk mengolah dan menanami lahan garapan yang belum ditanami (tanah kosong) dengan ketentuan mereka secara bersama sama memiliki hasil dari tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama. Dan musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian.
B.       Saran
Kita sebagai manusia biasa tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain, dan jangan mempunyai anggapan bahwa kita tidak akan pernah membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu marilah kita sama-sama, bahu-membahu dengan saling membantu antar sesama dalam menghadapi kehidupan ini.





Daftar Pustaka
Hadi, Syaiful. 2006. Pendidikan Agama Islam. Surakarta : CV Hayati.
Muslich. Ahmad wari. Fiqih Mu’amalah (Jakarta: amzah,2010), hal.391
Hendi suhendi. Fiqih muamalah (Jakarta:RajaGrafindo Persada), hal 145
Hendi. Fiqih. Hal:146
Dalam kamus kalimat qatsha’ah itu adalah pohonnya semacam pohon labu dan buahnya,seperti ketimun.
Hendi. Fiqih.. hal. 28.
Ibid. hal. 31
Syeikh Syihab al-Din wa Syaikh Qolyubi Qolyubi wa Umairoh, hal. 61-62.
Hendi Suhendi, Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 91.
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid terjemahan, (Jakarta, Pustaka Azzam,2007)hal: 483
Hendi. Fiqih.. hal. 28.
M. syafi’I Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.(Jakarta:Gema Insani, 2001), hal.99
Antonio. Syariah. Hal, 100http://warungekonomiislam.blogspot.com/2012/11/musaqah-muzaroah-mukhabarah.html
Anonim, www.Google.co.id/ musaqah (diakses taanggal 18 Aprill 2009).
Magnet Cyber Café. Tasikmalaya.
Anonim, www.Google.co.id/ muzaraah (diakses taanggal 18 Aprill 2009).